Siang itu sama seperti biasanya
yang terik akan paparan sinar matahari, seorang gadis muda ceria cenderung
lebai terlihat gelisah berpindah tempat kesana-kemari mengitari sudut kampus
untuk menemukan tempat yang nyaman untuk menunggu teman-temannya. Saat melihat
ada bangku berwarna hijau berkanopi yang kosong, segera ia berlari dan
menempatkan diri lalu mengeluarkan perkakasnya memburu wifi. Sayang beribu
sayang, sinyal wifi yang diharapkan tidaklah sekuat sinar matahari yang siang
itu memancarkan cahayanya. Sang gadis menatap pasrah ke depan layar notebook
berdebu, sesekali melihat ponselnya yang sudah kehabisan paketan internet.
Tiba-tiba
datanglah kawan seperjuangan seangkatan yang bernama Aiug, menyapanya dengan
riang. Ternyata dirinya mau ke kantin, yang kemudian diikuti sang gadis tadi.
Kantin adalah tempat yang menyenangkan karena banyak makanan disana. Itulah
pikiran sang gadis sambil mengikuti Aiug kembali ke tempat asalnya yang
ternyata masih di deretan bangku hijau berkanopi deretan paling ujung dekat
pohon beringin rimbun. Disana sudah ada Galuh yang sibuk dengan skripsinya tapi
terlihat santai dan tenang. Ketenangan itu beralih menjadi sedikit gaduh
tatkala memperbincangkan seseorang yang mereka tunggu dan yang lainnya. Kegaduhan
yang sudah berlarut-larut usai, kembali muncul dan semakin parah saat seseorang
yang bernama Pon datang dengan segala kehebohannya. Iya, Pon adalah sosok yang
mereka tunggu-tunggu penuh rasa kerinduan. Pon menceritakan kisah perjalanannya
yang cukup mendebarkan. Bayangkan saja, bagaimana tidak mendebarkan jika kalian
berada di posisiya saat itu yang sedang asyik menunggang matic silver
kesayangan tapi tiba-tiba rem kanan lose (dalam bahasa Jawa percakapan sering
diucapkan los)alias lepas sehingga tak berfungsi? Sedangkan saat itu di
depannya sedang ada truk yang berhenti, tapi untungnya Pon adalah gadis
pemberani yang terlatih untuk menghadapi segala situasi darurat sehingga dapat
memanfaatkan ruang yang ada untuk menghentikan laju maticnya.
Beralihlah
dari kisah Pon yang mendebarkan tapi justru ditertawakan itu (disebabkan gaya
cerita Pon yang lucu tapi teman-teman hanya bisa menasehati dan tertawa)ke
tujuan awal sang gadis ceria cenderung lebai. Vania yang sudah janjian
sebelumnya bersama sang gadis ceria cenderung lebai untuk ke akademik jam
13.00, telah tiba di bangku hijau berkanopi tempat kegaduhan itu berlanjut.
Setelah salam, sapa dan sedikit rumpik, waktu telah mendorong Vania dan si
gadis ccl (ceria cenderung lebai)bersama Aiug untuk mendatangi ruangn yang ada
di lantai 2 gedung berwarna coklat. Gadis ccl didahulukan mengambil legalisir
ijazah ditemani dua orang temannya tadi.
Pos
legalisir sepi rupanya, membuat gadis ccl sedikit ragu, tapi tiba-tiba ada
bapak-bapak baik hati yang sedang mengobrol merasa terpanggil menunaikan tugas
pelayanannya. Kemudian dimulailah percakapannya,
“Pak, saya mau mengambil
legalisir.”
“Atas nama siapa?”
“Fransisca”
“Fransisca pakai c ya?”
“Iya.”
Cukup lama si gadis ccl dan Vania
menanti, Aiug bahkan sudah sampai ke TU menngurus sesuatu. Sambil menanti, dua
orang ini melihat mahasiswa yang sepertinya ingin meminta tanda tangan
seseorang tapi ternyata orang tersebut tak ada. Tiba-tiba bapak di depan kami
yang sedang melayani legalisir berujar santai,
“Ngambilnya sebelum jam 15.00.
Nek kita bilang jam 14.00 nanti mahasiswanya beneran datang jam segitu.” Kami
hanya memperhatikan ucapannya, mengingat si mahasiswa sudah tak ada dan memang
bapak yang melayani mahasiswa tadi berkata utnuk mengambilnya sebelum jam
15.00.
“Nanti kalau bilang jam 14.00
tapi bapak yang dimaksud belum datang tapi mahasiswa sudah datang kan repot
juga.”
Kami hanya mengangguk-angguk
setuju.
“Mbak, Fransisca itu Fra...”
“F r a n s i s c a...Fransisca.”
“oh mungkin di tumpukan kertas
ini, di komputer gak ada datanya soalnya.”
Sembari bapaknya mencari, gadis
ccl dan Vania cekikikan melihat situasi yang menggelikan ini. Setelah selesai
dan berterimakasih, mereka berdua pamit menuju TU.
Aiug
yang sudah selesai dengan urusan TU, memilih menunggu kedua kawannya di lorong
gedung ini. Vania diminta tolong oleh kawannya untuk mengambil SKL, karena si
gadis pernah mengambil untuk dirinya sendiri, dengan yakin dia tahu seperti apa
bentuknya dan diambil di meja mana. Meja pertama dekat pintu masuklah tempatnya
dan disitu beruntung ada bapak-bapak ramah nan santai menanyai keduanya,
“Ada apa mbak?”
“Mau ngambil SKL pak.”
“Surat Keterangan....”
“LULUS.” Kompak dua orang itu
menjawab, doa bagi Vania juga sepertinya.
“Oh ya ya.” Bapak itu terhenti
sejenak lalu melanjutkan percakapan dengan pertanyaan yang seolah ingin
meyakinkan maksud dua gadis itu.
“Apa tadi? Mau mbayar?”
“Ngambil pak.”
Saking geli dan kocaknya situasi
itu, gadis CCL berpaling ke belakang dan membisikkan sesuatu ke Vania, “Semakin
siang, semakin...” belum selesai berbisik, bapak itu meminta keduanya mencari
di amplop yang ada rak di meja. Gadis CCL merasa bahwa SKL miliknya dulu tidak
beramplop, maka pencarian dibagi dua; dirinya mencari di kertas dan Vania
mencari di amplop.
Cukup
sibuk keduanya mencari tapi seperti sebuah pepatah, setiap pencarian pasti akan
berakhir dan yang terpilih akan menjadi yang selamanya (hmm pepatah apa ya
ini?), begitupun saat si gadis CCL berujar
“Ini van, sudah ketemu tapi nggak
diamplopi.”
“Hoo ini bener.”
“Oh berarti belum diamplopi.”
Bapaknya nyeletuk
“Emang sekarang diamplopi ya
pak?” tanya gadis ccl
“Lah biasanya gimana?” bapaknya
menyerahkan pertanyaan untuk dijawab kembali keduanya.
Setelah berterima kasih, keduanya
keluar dari ruang TU menahan sakit di perut akibat tawa yang tertahan. Mereka
menceritakannya pada Aiug bersahut-sahutan sambil tertawa. Sepertinya Aiug juga
harus susah payah memahaminya antara cerita dan tertawa yang tercampur. Dia
hanya berujar seperti ini,
“Mungkin bapake butuh Aqua.” Tanpa
pikir panjang meledaklah tawa kami setelah mengkoneksikan kalimat Aiug dengan
iklan yang ngetrend akhir-akhir ini.
“Heh, sis kowe reti ra, pas kowe
mengo mau karo bisik-bisik, bapake ki ngguyu lho.”kata Vania
“Krungu po sing tak omongke?”
“Yo paling, pas kowe ngomong
“semakin siang, semakin..’ kui”
“Semakin siang, semakin butuh
Aqua uahahaha...” Aiug menimpali.
Semoga saja bapaknya tadi
menganggap ‘semakin siang semakin ngantuk, atau semakin siang semakin lelah;
asal jangan salah paham saja semakin siang, semakin ganteng.
“Kudune mau mlebu meneh karo
nggawa Aqua kok, njur diwenehke bapake.” Aiug melanjutkan.
“Mengko njur bapake muni ‘Apa?
Mbayar?’ ” ketiganya tertawa terbahak-bahak terkendali. Bagi ketiganya mungkin
semakin siang, semakin tak tertahankan mengahadapi keadaan ini.
Seri Kedua CCL (Ceria Cenderung
Lebai), Thanks to:
Pemain: Vania, Aiug, Galuh, Pon, bapak Akademik dan TU.
Latar: Bangku ijo berkanopi di
bawah pohon beringin, kantin, Akademik dan TU dari fakultas yang semakin asri.
Maaf tadi Aqua kesebut, bukan
bermaksud mengiklankan tapi makasih untuk iklan yg selalu kami ingat
*Noted: Based on true story,
sedikit editan karena penulis lupa-lupa ingat.
No comments:
Post a Comment