bebas

Thursday, 6 November 2014

Seri CCL: Semakin Siang, Semakin...


Siang itu sama seperti biasanya yang terik akan paparan sinar matahari, seorang gadis muda ceria cenderung lebai terlihat gelisah berpindah tempat kesana-kemari mengitari sudut kampus untuk menemukan tempat yang nyaman untuk menunggu teman-temannya. Saat melihat ada bangku berwarna hijau berkanopi yang kosong, segera ia berlari dan menempatkan diri lalu mengeluarkan perkakasnya memburu wifi. Sayang beribu sayang, sinyal wifi yang diharapkan tidaklah sekuat sinar matahari yang siang itu memancarkan cahayanya. Sang gadis menatap pasrah ke depan layar notebook berdebu, sesekali melihat ponselnya yang sudah kehabisan paketan internet.
                Tiba-tiba datanglah kawan seperjuangan seangkatan yang bernama Aiug, menyapanya dengan riang. Ternyata dirinya mau ke kantin, yang kemudian diikuti sang gadis tadi. Kantin adalah tempat yang menyenangkan karena banyak makanan disana. Itulah pikiran sang gadis sambil mengikuti Aiug kembali ke tempat asalnya yang ternyata masih di deretan bangku hijau berkanopi deretan paling ujung dekat pohon beringin rimbun. Disana sudah ada Galuh yang sibuk dengan skripsinya tapi terlihat santai dan tenang. Ketenangan itu beralih menjadi sedikit gaduh tatkala memperbincangkan seseorang yang mereka tunggu dan yang lainnya. Kegaduhan yang sudah berlarut-larut usai, kembali muncul dan semakin parah saat seseorang yang bernama Pon datang dengan segala kehebohannya. Iya, Pon adalah sosok yang mereka tunggu-tunggu penuh rasa kerinduan. Pon menceritakan kisah perjalanannya yang cukup mendebarkan. Bayangkan saja, bagaimana tidak mendebarkan jika kalian berada di posisiya saat itu yang sedang asyik menunggang matic silver kesayangan tapi tiba-tiba rem kanan lose (dalam bahasa Jawa percakapan sering diucapkan los)alias lepas sehingga tak berfungsi? Sedangkan saat itu di depannya sedang ada truk yang berhenti, tapi untungnya Pon adalah gadis pemberani yang terlatih untuk menghadapi segala situasi darurat sehingga dapat memanfaatkan ruang yang ada untuk menghentikan laju maticnya.
                Beralihlah dari kisah Pon yang mendebarkan tapi justru ditertawakan itu (disebabkan gaya cerita Pon yang lucu tapi teman-teman hanya bisa menasehati dan tertawa)ke tujuan awal sang gadis ceria cenderung lebai. Vania yang sudah janjian sebelumnya bersama sang gadis ceria cenderung lebai untuk ke akademik jam 13.00, telah tiba di bangku hijau berkanopi tempat kegaduhan itu berlanjut. Setelah salam, sapa dan sedikit rumpik, waktu telah mendorong Vania dan si gadis ccl (ceria cenderung lebai)bersama Aiug untuk mendatangi ruangn yang ada di lantai 2 gedung berwarna coklat. Gadis ccl didahulukan mengambil legalisir ijazah ditemani dua orang temannya tadi.
                Pos legalisir sepi rupanya, membuat gadis ccl sedikit ragu, tapi tiba-tiba ada bapak-bapak baik hati yang sedang mengobrol merasa terpanggil menunaikan tugas pelayanannya. Kemudian dimulailah percakapannya,
“Pak, saya mau mengambil legalisir.”
“Atas nama siapa?”
“Fransisca”
“Fransisca pakai c ya?”
“Iya.”
Cukup lama si gadis ccl dan Vania menanti, Aiug bahkan sudah sampai ke TU menngurus sesuatu. Sambil menanti, dua orang ini melihat mahasiswa yang sepertinya ingin meminta tanda tangan seseorang tapi ternyata orang tersebut tak ada. Tiba-tiba bapak di depan kami yang sedang melayani legalisir berujar santai,
“Ngambilnya sebelum jam 15.00. Nek kita bilang jam 14.00 nanti mahasiswanya beneran datang jam segitu.” Kami hanya memperhatikan ucapannya, mengingat si mahasiswa sudah tak ada dan memang bapak yang melayani mahasiswa tadi berkata utnuk mengambilnya sebelum jam 15.00.
“Nanti kalau bilang jam 14.00 tapi bapak yang dimaksud belum datang tapi mahasiswa sudah datang kan repot juga.”
Kami hanya mengangguk-angguk setuju.
“Mbak, Fransisca itu Fra...”
“F r a n s i s c a...Fransisca.”
“oh mungkin di tumpukan kertas ini, di komputer gak ada datanya soalnya.”
Sembari bapaknya mencari, gadis ccl dan Vania cekikikan melihat situasi yang menggelikan ini. Setelah selesai dan berterimakasih, mereka berdua pamit menuju TU.
                Aiug yang sudah selesai dengan urusan TU, memilih menunggu kedua kawannya di lorong gedung ini. Vania diminta tolong oleh kawannya untuk mengambil SKL, karena si gadis pernah mengambil untuk dirinya sendiri, dengan yakin dia tahu seperti apa bentuknya dan diambil di meja mana. Meja pertama dekat pintu masuklah tempatnya dan disitu beruntung ada bapak-bapak ramah nan santai menanyai keduanya,
“Ada apa mbak?”
“Mau ngambil SKL pak.”
“Surat Keterangan....”
“LULUS.” Kompak dua orang itu menjawab, doa bagi Vania juga sepertinya.
“Oh ya ya.” Bapak itu terhenti sejenak lalu melanjutkan percakapan dengan pertanyaan yang seolah ingin meyakinkan maksud dua gadis itu.
“Apa tadi? Mau mbayar?”
“Ngambil pak.”
Saking geli dan kocaknya situasi itu, gadis CCL berpaling ke belakang dan membisikkan sesuatu ke Vania, “Semakin siang, semakin...” belum selesai berbisik, bapak itu meminta keduanya mencari di amplop yang ada rak di meja. Gadis CCL merasa bahwa SKL miliknya dulu tidak beramplop, maka pencarian dibagi dua; dirinya mencari di kertas dan Vania mencari di amplop.
                Cukup sibuk keduanya mencari tapi seperti sebuah pepatah, setiap pencarian pasti akan berakhir dan yang terpilih akan menjadi yang selamanya (hmm pepatah apa ya ini?), begitupun saat si gadis CCL berujar
“Ini van, sudah ketemu tapi nggak diamplopi.”
“Hoo ini bener.”
“Oh berarti belum diamplopi.” Bapaknya nyeletuk
“Emang sekarang diamplopi ya pak?” tanya gadis ccl
“Lah biasanya gimana?” bapaknya menyerahkan pertanyaan untuk dijawab kembali keduanya.
Setelah berterima kasih, keduanya keluar dari ruang TU menahan sakit di perut akibat tawa yang tertahan. Mereka menceritakannya pada Aiug bersahut-sahutan sambil tertawa. Sepertinya Aiug juga harus susah payah memahaminya antara cerita dan tertawa yang tercampur. Dia hanya berujar seperti ini,
“Mungkin bapake butuh Aqua.” Tanpa pikir panjang meledaklah tawa kami setelah mengkoneksikan kalimat Aiug dengan iklan yang ngetrend akhir-akhir ini.
“Heh, sis kowe reti ra, pas kowe mengo mau karo bisik-bisik, bapake ki ngguyu lho.”kata Vania
“Krungu po sing tak omongke?”
“Yo paling, pas kowe ngomong “semakin siang, semakin..’ kui”
“Semakin siang, semakin butuh Aqua uahahaha...” Aiug menimpali.
Semoga saja bapaknya tadi menganggap ‘semakin siang semakin ngantuk, atau semakin siang semakin lelah; asal jangan salah paham saja semakin siang, semakin ganteng.
“Kudune mau mlebu meneh karo nggawa Aqua kok, njur diwenehke bapake.” Aiug melanjutkan.
“Mengko njur bapake muni ‘Apa? Mbayar?’ ” ketiganya tertawa terbahak-bahak terkendali. Bagi ketiganya mungkin semakin siang, semakin tak tertahankan mengahadapi keadaan ini.

Seri Kedua CCL (Ceria Cenderung Lebai), Thanks to:
Pemain: Vania, Aiug, Galuh, Pon, bapak Akademik dan TU.
Latar: Bangku ijo berkanopi di bawah pohon beringin, kantin, Akademik dan TU dari fakultas yang semakin asri.
Maaf tadi Aqua kesebut, bukan bermaksud mengiklankan tapi makasih untuk iklan yg selalu kami ingat
*Noted: Based on true story, sedikit editan karena penulis lupa-lupa ingat.

No comments:

Post a Comment