bebas

Saturday 14 May 2016

Review Novel: Pria Impian di Sebelah Rumah

Judul asli: The Guy Next Door
Penulis: Meg Cabbot
Tebal : 560 hal
Tahun terbit: 2002, 2003 (Indonesia)
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Ingatkah kalian bahwa aku sudah membaca Perang Melawan Bos Tiran? Seharusnya judul ini dulu yang harus dibaca jika melihat tahun terbitnya. Namun, tidak masalah karena bukan jenis cerita kelanjutan tapi ada karakter di novel Perang Melawan  Bos Tiran yang muncul di sini. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena kesamaan latar cerita yaitu di kantor The New York Journal.

Novel ini bercerita tentang penulis di koran The New York Journal pada kolom berita Page One yang berisi tentang dunia hiburan, bernama Melissa Fuller. Mel, begitu panggilannya terkejut saat mendapati tetangganya bernama Ms. Friedlander, seorang wanita tua yang tinggal sendirian, tak sadarkan diri akibat sebuah penyerangan. Tetangganya tersebut mengalami koma dan Mel harus mencari walinya agar dapat mengurus hewan-hewan peliharaan Ms. Friedlander. Tentu atas bantuan kawan-kawannya di tempat kerja, Mel bisa menghubungi Max Friedlander sang keponakan yang terkenal sebagai fotografer playboy. Sayangnya, Max tidak ingin mengurus neneknya tersebut sehingga meminta temannya bernama John Trent yang seorang wartawan koran saingan Mel yaitu The New York Chronicles sekaligus anggota keluarga kaya Trent.

Kisah cinta muncul di balik penyamaran John Trent menjadi Max Friedlander. Selain itu pembaca dibuat penasaran dengan pelaku penyerangan yang diduga pembunuh berantai pesolek yang sedari awal cerita sering dikemukakan. Tapi sudah bisa ditebak kok pelakunya seiring dengan berjalannya cerita dan penggambaran karakter tokohnya. Beberapa kesamaan dengan novel Perang Melawan Bos Tiran selain latar tempat juga mengenai tokoh utama yang punya sahabat karib yang selalu pengen tahu dan peduli bernama Nadine Wilcock (kalau di PMBT Jen Sadler), atasan yang gengges bernama George (di PMBT Amy Jenkins), mantan yang gagal move on bernama Aaron Spender (di PTMB Dale Carter) serta keluarga kaya tapi bermasalah dari si cowok bernama John Trent (di PMBT keluarga Hertzog, yang ternyata masih ada hubungan dengan Trent karena Stacey Hertzog adalah istri Jason Trent yang merupakan kakak John Trent) yang suka mengurusi kisah percintaan tokoh utama pria.

Novel ini lebih tebal tapi jujur aku lebih suka yang PMBT karena variasi media penceritaannya. Kalau di sini hanya lewat email saja tapi ringan lucu khasnya Meg Cabbot. Tidak hanya merk makanan dan restaurant yang disebutkan di sini tapi gosip artis di masa itu juga dimunculkan untuk menguatkan pekerjaan si tokoh utama sebagai kolumnis gosip. Ada sisi menyenangkannya juga yaitu  bisa membaca gosip dari sudut pandang penulis serta sedikit tahu seluk-beluk pekerja surat kabar. Kalau ditanya benang merah, aku rasa ada pada kasus penyerangan Ms. Friedlander tapi suguhan kisah cinta Mel dan John terlalu banyak.

Review novel: Boy Meets Girl (Perang Melawan Bos Tiran)

Review Novel: Perang Melawan Bos Tiran
Judul asli : Boy Meets Girl
Penulis : Meg Cabbot
Tebal buku : 495 hal
Tahun terbit : 2004, 2006 (Indonesia)
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sudah sekian lama aku tidak baca novel dan baru beberapa waktu ini tergerak bahkan untuk mereviewnya juga. Aku memilih novel karya Meg Cabot di tahun 2004 yang dipublish di Indonesia tahun 2006, artinya ini adalah novel sepuluh tahun lalu. Mungkin beberapa orang akan merasa bahwa ini novel jadul tapi marilah ambil positifnya karena kita bisa bernostalgia di dalamnya. Lagipula novel ini membuatku bisa menyisihkan waktu untuk membacanya selama tiga hari saja, berarti ada sesuatu bahkan lebih dari novel setebal 495 halaman ini yang menarik perhatianku.
Novel ini bercerita tentang Kate Mackenzie, staff HRD di koran The New York Journal, yang mengalami dilema setelah dipaksa memecat Ida Lopez yang merupakan karyawan penyedia kudapan yang tidak mau memberikan pai tambahan kepada Stuart Hertzog yang notabene adalah konsultan pengacara di kantor surat kabar tersebut. Masalah Kate tidak hanya itu saja tapi juga dengan mantan pacarnya, Dale Carter, yang masih mengejarnya tapi tak mau berkomitmen dengannya. Belum lagi kesulitannya mencari rumah di New York yang biaya sewanya rendah sehingga dia tidak perlu menumpang di rumah sahabatnya yaitu Jen Sadler.
Permasalahan dengan Ida Lopez semakin rumit tatkala ada pengajuan tuntutan dari yang bersangkutan kepada kantor Kate mengenai pemecatannya. Disinilah Kate bertemu Mitchell Hertzog, adik Stuart Hertzog yang juga pengacara, yang dipilih untuk menjadi pembela kantornya. Kate yang membenci sikap para pengacara, terutama Stuart Hertzog yang arogan dan diapun meyakini bahwa Amy Jenkins yang adalah atasannya di HRD memaksanya memecat Ida Lopez juga karena pria tersebut, menjadi sedikit luluh dan terpesona pada Mitch yang digambarkan tampan oleh sang penulis.
Meg Cabot tidak hanya menceritakan tentang Kate dan permasalahan kantornya terutama dengan atasannya, Amy Jenkins, yang menjadi inti dari novel ini, tapi kekisruhan keluarga Hertzog juga cukup seru diikuti. Mulai dari Stuart si anak tertua pewaris kantor pengacara ayahnya yang licik orangnya, Stacey anak kedua yang sudah berkeluarga sebagai penengah keluarga besarnya, Mitch si anak ketiga yang tampan dan berjiwa sosial dan Janice yang ingin dipanggil Sean karena krisis identitasnya, belum lagi Margaret Hertzog sang ibu yang pilih kasih serta Arthur Hertzog sang ayah yang sedang keliling dunia untuk refreshing tampak abai dengan keluarganya.


Uniknya dari novel ini, penceritaannya tidak ditulis secara konvensional seperti ada tanda apostrof jika melakukan percakapan langsung, tapi lewat email, instant messenger  dan voicemail. Meski awalnya agak aneh tapi aku bisa mengikutinya dan itu asyik. Lalu disini kita diajak merasakan suasana kantor The New York Journal  melalui beberapa surat peringatan untuk karyawan, memo perusahaan, pernyataan persona non grata, serta transkrip interaksi karyawan. Tidak lupa ada bagian Kate menuliskan catatan pribadinya yang tentu saja nyambung banget dengan lanjutan percakapan email atau cara penulisan lainnya. Ada juga monolog Kate yang ditulis Meg Cabot di sela-sela Kate memilih menu di sebuah restaurant dan itu pasti ada. Lalu untuk percakapan dengan Ida Lopez, wanita tua baik hati itu selalu menyelipkan resep kudapannya untuk Kate.


Sejujurnya novel ini menceritakan dunia perkantoran yang hampir sering ditemui di sekitar kita dengan pengemasan yang sangat menarik serta  gaya penceritaan Meg Cabot yang ringan dan lucu. Meski terkadang memang agak sulit dimengerti kenapa Mitchel Hertzog begitu menyukai Kate Mackenzie. Seharusnya ada penjelasan panjang tentang kisah mereka berdua tapi seperti yang kukatakan sebelumnya bahwa benang merahnya adalah tentang Kate Mackenzie dan si PTK (Penguasa Tirani Kantor) yaitu bosnya sendiri di HRD, Amy Jenkins.


Wednesday 11 May 2016

Makan di Raminten

Percaya atau enggak sih terserah tapi selama aku les di sebelah cafe Raminten, terhitung dr SD hingga SMA, aku belum pernah ke Raminten. Wajar sih mengingat uang saku masa kecil yg hanya cukup untuk jajan di depan pagar tempat les atau lari ke depan masjid Syuhada. Tuh kaan jadi nostalgia pas les pernah bolos pulak. Namun, saat ini yang ingin kubicarakan adalah pengalaman pertama makan di Raminten. Oke silakan kalau mau bilang aku ketinggalan jaman, gak gaul, kismin (becanda ding) tapi inilah kenyataannya.

Siang itu hari Senin, masih ingat banget karena niat mau ke toko buku buat beli sebuah buku pegangan masa depan, lalu lapar melanda. Seperti biasa, kalau keluar rumah tu pasti wajib jajan (aku aja sih, yg lain terserah ya). Lalu ingatlah aku tentang seorang teman yg emang suka baca buku. Yups aku ajak Tari ke toko buku. Selain melihat2 dan membeli buku yg emang aku rencanakan, kami juga mengincar beberapa buku utk dibeli setelah nantinya berhasil mengumpulkan uang. Tibalah saatnya kami pulang, lalu berlanjut dg kebingungan menentukan tempat makan. Dipilihlah Raminten karena aku blm pernah dan Tari udah pernah.

Sesampainya di Raminten, kami dimjnta menunggu sebentar utk dicarikan tempat. Raminten sedang ramai bgt saat itu maklum jam makan siang. Akhirnya kami diantar ke lantai 2 yg emang pilihan kami. Lalu kami menentukan menu yang akan disantap. Taraaa..akhirnya inilah pesanan kami.
Nasi kucing pakte doble
Sate jamur
Sate keong
Mendoan
Dua es yang aku lupa namanya.
Pesanan datang...kita bahas nasi kucing pakte doble. Nasi kucing dengan 2 nasi yg dicetak ditambah taburan bawang goreng di atasnya plus telur dadar super tipis. Nasinya banyak dan cukup untuk dikatakan mengenyangkan. Sayangnya yg doble cuma nasinya, telurnya tetap satu begitupun porsi oseng tempe serta pasangan sambel dan teri. Entah emang aku yg menyisakan nasi atau merasa kurang dengan lauknya yang menyebabkan masih sisanya nasi. Untungnya ada mendoan dan sate jamur. Harga nasi kucingnya Rp 3000,-

Kita bahas sate jamur pesananku yaa. Sate jamurnya enak, bumbunya meresap ya meski satenya enggak anget sih. Aku beli 3 siapa tau Tari mau nyicip. Warnanya pucat dan potongannya kecil-kecil. Beruntungnya jamur ini tidak liat. Teksturnya yang sedikit kenyal mengingatkanku dengan sate usus. Bumbunya mirip sih.

Lalu pesanan Tari adalah sate keong. Warnanya coklat dan tampilannya menggiurkan dengan potongan yg lebih besar dibanding sate jamur. Tapi aku g bisa memakannya karena terlalu liat. Entah kenapa aku merasa sate keong ini kurang sip. Selain liat, bumbubya jg kurang meski warna coklatnya lumayan memprovokasi. Ya itung2 udah pernah nyobain sate keong. Sate keong dan sate jamur per tusuk harganya Rp 2000,-

Selanjutnya pesanan yang ditunggu2 tiba, pesanan yang cukup terkenal dan recomended, pesanan itu berjuluk mendoan. Tiga buah mendoan persegi panjang yang tipis berbalut renyahnya tepung goreng, benar2 menggugah selera. Begitu digigit terdengar bunyi "kreus"lalu disambut oleh indra perasa yang memberi sinyal uenaak pada setiap kunyahan. Diakui memang mendoan ini juaranya dari makanan yang kita pesan. Harga 3 buah mendoan (ini udah dipaket 3 biji) Rp 8000,-.

Sudah waktunya minum. Aku lupa nama minumanku yang jelas hampir mirip sup buah tapi cuma ada buah nanas dan semangka apa ya kalau gak salah. Rasanya enak dan manis tapi kurang aja buahnya. Harga minuman pilihanku Rp 13.000,-
Minumannya Tari, aku juga lupa namanya, teksturnya seperti jus melon yang busanya ditaruh di atas ditambah taburan meses. Jus melonnya terasa juga meski aku harus susah2 menebaknya. Harganya 11.000.
Nah itu dia menu yang sudah kita pesan dan bikin kenyang. Semoga bisa menguatkan dalam melanjutkan kehidupan. Kita tak pernah sendiri, kalau mau makan ajak2 aja biar rame dan senang haha. Sampai jumpa lagi di edisi kuliner selanjutnya.

*note: aku makan ini dan nulis ini udh setahun yg lalu tepatnya Juni 2016.