bebas

Saturday, 14 May 2016

Review novel: Boy Meets Girl (Perang Melawan Bos Tiran)

Review Novel: Perang Melawan Bos Tiran
Judul asli : Boy Meets Girl
Penulis : Meg Cabbot
Tebal buku : 495 hal
Tahun terbit : 2004, 2006 (Indonesia)
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sudah sekian lama aku tidak baca novel dan baru beberapa waktu ini tergerak bahkan untuk mereviewnya juga. Aku memilih novel karya Meg Cabot di tahun 2004 yang dipublish di Indonesia tahun 2006, artinya ini adalah novel sepuluh tahun lalu. Mungkin beberapa orang akan merasa bahwa ini novel jadul tapi marilah ambil positifnya karena kita bisa bernostalgia di dalamnya. Lagipula novel ini membuatku bisa menyisihkan waktu untuk membacanya selama tiga hari saja, berarti ada sesuatu bahkan lebih dari novel setebal 495 halaman ini yang menarik perhatianku.
Novel ini bercerita tentang Kate Mackenzie, staff HRD di koran The New York Journal, yang mengalami dilema setelah dipaksa memecat Ida Lopez yang merupakan karyawan penyedia kudapan yang tidak mau memberikan pai tambahan kepada Stuart Hertzog yang notabene adalah konsultan pengacara di kantor surat kabar tersebut. Masalah Kate tidak hanya itu saja tapi juga dengan mantan pacarnya, Dale Carter, yang masih mengejarnya tapi tak mau berkomitmen dengannya. Belum lagi kesulitannya mencari rumah di New York yang biaya sewanya rendah sehingga dia tidak perlu menumpang di rumah sahabatnya yaitu Jen Sadler.
Permasalahan dengan Ida Lopez semakin rumit tatkala ada pengajuan tuntutan dari yang bersangkutan kepada kantor Kate mengenai pemecatannya. Disinilah Kate bertemu Mitchell Hertzog, adik Stuart Hertzog yang juga pengacara, yang dipilih untuk menjadi pembela kantornya. Kate yang membenci sikap para pengacara, terutama Stuart Hertzog yang arogan dan diapun meyakini bahwa Amy Jenkins yang adalah atasannya di HRD memaksanya memecat Ida Lopez juga karena pria tersebut, menjadi sedikit luluh dan terpesona pada Mitch yang digambarkan tampan oleh sang penulis.
Meg Cabot tidak hanya menceritakan tentang Kate dan permasalahan kantornya terutama dengan atasannya, Amy Jenkins, yang menjadi inti dari novel ini, tapi kekisruhan keluarga Hertzog juga cukup seru diikuti. Mulai dari Stuart si anak tertua pewaris kantor pengacara ayahnya yang licik orangnya, Stacey anak kedua yang sudah berkeluarga sebagai penengah keluarga besarnya, Mitch si anak ketiga yang tampan dan berjiwa sosial dan Janice yang ingin dipanggil Sean karena krisis identitasnya, belum lagi Margaret Hertzog sang ibu yang pilih kasih serta Arthur Hertzog sang ayah yang sedang keliling dunia untuk refreshing tampak abai dengan keluarganya.


Uniknya dari novel ini, penceritaannya tidak ditulis secara konvensional seperti ada tanda apostrof jika melakukan percakapan langsung, tapi lewat email, instant messenger  dan voicemail. Meski awalnya agak aneh tapi aku bisa mengikutinya dan itu asyik. Lalu disini kita diajak merasakan suasana kantor The New York Journal  melalui beberapa surat peringatan untuk karyawan, memo perusahaan, pernyataan persona non grata, serta transkrip interaksi karyawan. Tidak lupa ada bagian Kate menuliskan catatan pribadinya yang tentu saja nyambung banget dengan lanjutan percakapan email atau cara penulisan lainnya. Ada juga monolog Kate yang ditulis Meg Cabot di sela-sela Kate memilih menu di sebuah restaurant dan itu pasti ada. Lalu untuk percakapan dengan Ida Lopez, wanita tua baik hati itu selalu menyelipkan resep kudapannya untuk Kate.


Sejujurnya novel ini menceritakan dunia perkantoran yang hampir sering ditemui di sekitar kita dengan pengemasan yang sangat menarik serta  gaya penceritaan Meg Cabot yang ringan dan lucu. Meski terkadang memang agak sulit dimengerti kenapa Mitchel Hertzog begitu menyukai Kate Mackenzie. Seharusnya ada penjelasan panjang tentang kisah mereka berdua tapi seperti yang kukatakan sebelumnya bahwa benang merahnya adalah tentang Kate Mackenzie dan si PTK (Penguasa Tirani Kantor) yaitu bosnya sendiri di HRD, Amy Jenkins.


No comments:

Post a Comment